AGAMA, TRADISI DAN ANCAMAN KONVERSI
Dirangkum dan Dielaborasi dari Diskusi WA DPR ICHI NTB
Benarkah sulit menjadi pemeluk Hindu? Tradisinya saklek, upakaranya ribet, mahal dan pemborosan? Benarkah banyak krama Hindu pindah agama gara-gara merasa lelah melaksanakan upakara? Apakah perlu upakara yadnya disederhanakan? Berikut rangkuman pendapat dari diskusi WA Dewan Pimpinan Regional (DPR) Ikatan Cendekiawan Hindu Indonesia (ICHI) NTB.
I. Pendapat dan Pandangan Personil ICHI NTB:
1. I Gst. Lanang Media:
- Salah satu faktor utama krama Hindu beralih ke agama lain adalah karena rumit dan mahalnya menjadi orang Hindu dan kewajiban adat yang melelahkan.
- Sebagai orang Bali saya sangat setuju bahwa adat istiadat itu merupakan bagian dari jati diri.
- Adat itu lebih bersifat tradisi, makanya seyogyanya sifatnya dinamis.
- Kerumitan itu lebih karena ritual dan adat Balinya, saya tidak melihat karena agama Hindunya.
2. I Wayan Suyadnya:
- Banyak krama Hindu pindah agama karena perkawinan.
- Banyak yang kemudian mengatakan bahwa krama Hindu pindah agama gara-gara budaya Hindu Bali yang ribet, adat yang saklek, upakara dengan bebantenan yang mahal, terjebak gugon tuwon, dsb.
- Dampaknya, banyak yang akhirnya menyederhanakan bebantenan.
3. Ni Nyoman Sri Suyasni Pura:
- Membahas Hindu, bukannya Hindu Bali, tetapi Hindu Nusantara.
- Banyak adat Bali yang menghambat perkembangan Hindu. Misalnya, orang
- kawin keluar Hindu, di tengah perjalanan mereka bercerai, mau balik ke Hindu malah tidak diterima oleh keluarganya.
- Sekarang, di Bali seolah-olah adat lebih kuat dari agama (Hindu).
- Hindu di Bali identik dengan banten, padahal banten itukan hanya sarana komunikasi non verbal kepada Tuhan. Hindu punya catur marga.
- Tetapi ketika banten sudah menjadi beban, di sini celah bagi krama hindu untuk beralih agama terutama yang cradanya kurang kuat.
- Desa adat bisa jadi filter, tetapi juga bisa sebaliknya, dengan peraturan desa adat yang terlalu rumit dan memberatkan ini, juga ruang masuk bagi komverter, terutama bagi orang Bali yang malas ribet dengan berbagai tektek bengek adat dan ritual bali.
4. Ida Ayu Agung Sidhi Winayeni:
- Banyak krama Hindu di Lombok masuk ke agama lain karena ingin jabatan, uang, dan ingin tenar, dll.
- Karena kurangnya pemahamam tentang tatwa agama, banyak krama Hindu yang tidak bisa menjawab ketika ditanya tentang agama Hindu.
- Ada isteri dharmika, suaminya tidak tahu Hindu, malah jadi kebalik, malah suami dan anak-anaknya ikut ke agama isterinya (non Hindu).
- Kita terlalu banyak ritual yang biayanya mahal. SDM kita kurang berkembang karena biayanya banyak dipakai untuk ritual.
5. I Gst. Lanang Ari Wangsa:
- Yang terkonversi ke agama lain, memang Hinduismenya rapuh.
- Pergeseran sosiolgi masyarakat biasanya akan berjalan secara evolusi, ataupun revolusi tergantung dominasi pemicu perubahan itu.
6. I Gde Partha:
- Th. 50-an Bali Krisis dan pemahaman Hinduisme krama lemah, banyak umat di Bali masuk Kristen.
- Di Dalung, Bali, ritual orang Kristen di gereja menjiplak Bali, ada penjor, banten, gambelan, canang genten, dll. Ada drama berjudul: Ida Sang Hyang Yesus ngeranjing ke swargaloka.
8. I Ketut Panca Putra:
- Susah kalau adat di bali masih kaku, kalau dimodiv dibilang pelit atau terpengaruh ke-india-indiaan.
- Bali dikenal di dunia karena adat, upakara dan tradisinya.
- Banten itu cuma formalitas saja, yang penting sembah kita nyampe kepada yang dituju (Tuhan).
- Umat Hindu di Bali hanya membuat Hindu tersohor, Hindu di luar bali akan membuat umat Hindu militan.
- Hindu di bali filsafatnya Hindu, cuma pelaksanaannya lewat adat/budaya bali.
- Sama dengan hindu di luar Bali, sesuai dengan kearifan lokalnya.
- Mungkin yang paling ribet (sengke) Hindu Bali, Hindu yang sudah ditafsirkan dan dikolaborasikan dengan adat/budaya lokal.
9. I Wayan Merthana:
- Bukan rumit jadi Hindu, tetapi rumit menjalankan adat istiadat Bali.
- Coba telaah hindu di Kalimantan dan daerah lain yang berbeda dengan Bali.
10. I.B. Windia Adnyana:
- Jadi penganut Hindu lumayan ribet. Harus selalu membersihkan diri, berpola hidup sehat, pikiran harus suci nirmala, dll.
11. Imang Sugiartha:
- Konversi berasal dari kata Conversion (ing), artinya perubahan atau berubah.
- Pindah agama karena perkawinan, dll. adalah konversi karena telah terjadi perubahan agama (dari Hindu ke agama lain).Dari sejumlah kasus konversi krama Hindu, di antaranya disebabkan oleh:
- Carakter assasination, yakni tuduhan kepada krama/anak-anak Hindu bahwa Hindu menyembah berhala, menyembah setan, musyirik, dll.
- Broken home, orang tua bercerai anak tidak terurus dengan baik.
- Korban jihad cinta, gadis Hindu pacaran dengan pemuda non Hindu (hamil di luar nikah).
- Alasan, tidak mau ribet dengan urusan membuat canang dan bebantenan.
- Beberapa orang yang masuk Hindu, bukan karena tertarik dengan bebantenan, tetapi karena tertarik dengan ajaran Hindu yang menawan.
II. Kesimpulan:
- Kerumitan upakara krama Hindu lebih disebabkan oleh adat Balinya, bukan karena ajaran Hindunya. Artinya, bukan ribet menjadi Hindu, tetapi rumit menjalankan adat Hindu Bali.
- Faktor-faktor penyebab krama Hindu pindah agama, di antaranya sbb,:
- Budaya Hindu Bali yang ribet dan melelahkan, biaya upakara yang mahal, terjebak ‘’tata cara Mule Keto’’ (cara-cara yang tidak ada dasar sastranya).
- Desa adat yang rumit, saklek dan memberatkan, termasuk sistem sidikara yang kaku.
- Toleransi yang kebablasan dan menjerat.
- Iming-iming jabatan dan harta.
- Kurangnya pemahamam tentang tatwa agama.
- Carakter assasinetion; Anak-anak Hindu dikatakan menyembah berhala, menyembah syetan dan musyrik/syirik.
- Hinduismenya lemah/rapuh.
- Broken home, orang tua bercerai, anak tidak terurus dengan baik.
- Korban jihad cinta; gadis Hindu pacaran dengan pemuda non Hindu (hamil di luar nikah).
- Hegemoni; di dalam pergaulan anak-anak Hindu biasanya minoritas dan di bawah kekuasaan teman-temannya non Hindu.
- Krama Hindu yang memilih nastik (keluar dari Hindu) hanya gara-gara merasa repot mebanten adalah sebuah kebodohan, karena mereka telah menjadi korban kultus simbol yang diciptakan sendiri di dalam pikirannya.
- Bebantenan adalah alat/sarana untuk membantu dan memudahkan krama di dalam memuja Tuhan. Tetapi kalau sarana itu malah menjadi mempersulit di dalam pemujaan, maka selayaknya disederhanakan.
III. Solusi dan Rekomendasi:
- Krama dan anak-anak Hindu harus kuat, memiliki daya tangkal dan dapat memahami hal-hal sbb:
- Belajar Tattwa Agama. Membaca buku-buku ajaran Hindu, diskusi dan sharing tentang Hindu, mendengarkan dharma wacana, dll., untuk membangun nalar Hinduisme yang baik. Sehingga anak-anak Hindu memiliki daya kritis dan dapat menjawab segala tudingan miring tentang Hindu.
- Fanatik Hinduisme. Fanatik artinya memiliki keyakinan yang kuat (KBBI).
- Krama Hindu harus fanatik pada Hindu (otentik/mainstream), artinya tidak mau yang lain, yang ada cuma Hindu.
- Sedangkan terhadap Hindu India, Hindu Bali, Hindu Jawa, Kaharingan, dll. dengan budayanya masing-masing kita harus bersikap Holistik, artinya menyadari bahwa ragam budaya religius itu bersumber dari ajaran yang satu yaitu Hindu.
- Krama Hindu bisa memilih cara (upakara) yang sederhana dan tidak terlalu merepotkan/memberatkan, sesuai dengan konsep kaniska (kecil), madya (sederhana), utama (besar), sesuai dengan kemampuan.
- Jangan dibuat sulit memuja Tuhan, karena kesulitan bisa membuat orang jadi malas, karena malas akhirnya tidak melakukan pemujaan.
- Waspadai toleransi yang menjerat. Ungkapan: ‘’Semua agama sama saja, sama-sama baik. Kemudian difahami menjadi: ‘’Maka masuk agama lain tidak apa-apa, karena sama-sama baik.’’ Seharusnya (yang benar): ‘’Semua agama baik, tetapi HINDU YANG TERBAIK.’’
0 comments:
Post a Comment